PMN Share Penolakan Kurikulum 2013 , Forum Komunikasi Peduli
Pendidikan Republik Indonesia (FKPPRI), yang beranggotakan pakar,
praktisi, dan pengamat pendidikan menolak kurikulum 2013. Perubahan
kurikulum dinilai tidak berdasarkan kajian yang menyeluruh. "Kurikulum 2013 amat sentralistik, bertentangan dengan
semangat reformasi yang menghendaki desentralisasi, yaitu desentralisasi
pengelolaan pendidikan".
"Belum ada riset dan evaluasi yang mendalam dan
sungguh-sungguh tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), baik
berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi maupun
Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan,"
kata Koordinator FKPPRI Darmin Mbula dalam surat pernyataan sikap yang
diterima, Senin (17/12/2012).
Kurikulum model KTSP yang
dikembangkan berdasarkan pedoman dan rambu-rambu yang ditetapkan oleh
BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) menghargai otonomi guru dan
sekolah serta keanerakagaman budaya dan konteks setempat. Kurikulum
model KTSP memberi peluang bagi guru dengan harapan model KTSP dapat
menjadi pedoman bagi guru dalam menyusun silabus yang sesuai dengan
kondisi sekolah dan potensi daerah masing-masing. Sedangkan kurikulum
2013 jelas tidak menghargai otonomi guru, sekolah, dan daerah.
Kurikulum
2013 amat sentralistik, bertentangan dengan semangat reformasi yang
menghendaki desentralisasi, yaitu desentralisasi pengelolaan pendidikan
agar dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan kondisi daerah.
Bukti
nyata desentralisasi pengelolaan pendidikan ini adalah diberikannya
kewenangan kepada sekolah untuk mengambil keputusan berkenaan dengan
pengelolaan pendidikan, seperti tercermin dalam pengelolaan kurikulum,
baik dalam penyusunan maupun pelaksanaannya di sekolah.
Sebaliknya,
untuk kurikulum 2013, baik perencanaan maupun penyusunan silabus serta
penyusunan dan penerbitan buku pelajaran ditentukan dan dilakukan oleh
Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(sentralisasi). Hal ini berdampak pada deprofesionalisasi guru dan
mengabaikan konteks sosial budaya dari komunitas lokal yang amat
ditekankan oleh model KTSP (2006).
Perubahan atau pergantian KTSP
(2006) ke kurikulum 2013 tidak berdasarkan alasan yang kuat dan dapat
dipertanggungjawabkan serta landasan hukumnya tampak mengada-ada sebagai
rasionalisasi perubahan kebijakan.
Penyusunan Kurikulum 2013
tidak berdasarkan kajian yang mendalam dan transparan terhadap situasi
yang menjadi alasan kuat perlunya kurikulum 2013. Rumusannya amat
sangat normatif berdasarkan spekulasi tanpa dukungan hasil riset dan
ujicoba inovasi di lapangan. Sosialisasi atau uji publik kurikulum
2013 tidak fair, hanya pada kalangan dan waktu terbatas, tidak disertai
dokumen kurikulum yang dirancang, hanya dalam bentuk file powerpoint dan tergesa-gesa.
"Masyarakat
tidak diberi ruang dengar pendapat, dan ada kesan 'dipaksakan', hanya
sekadar legitimasi. Toh Pemerintah tetap akan memaksakan berlakunya
kurikulum 2013. Masyarakat bingung seolah-olah dipaksa 'membeli kucing
dalam karung', yang belum jelas alasan, tujuan, bentuk, dan isinya,"
papar Darmin.
Jumlah mata pelajaran dalam kurikulum 2013 dikurangi
dengan maksud mengurangi beban belajar siswa, namun muatannya berlipat
ganda karena mengikuti alur pikiran kompetensi inti dan jumlah jam
pelajaran per minggu ditambah. Dampaknya adalah beban belajar siswa
semakin berlipat ganda.
Selain itu, rumusan kompetensi inti tidak
berdasarkan kajian mendalam dan hasil riset dan inovasi. Hubungan
antara kompetensi inti dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran tidak
koheren sehingga berdampak meningkatnya kepadatan kompetensi dan materi
pada tiap mata pelajaran.
Semoga artikel yang berjudul Penolakan Kurikulum 2013 ini bermanfaat bagi kita semua. amiin.
Semoga artikel yang berjudul Penolakan Kurikulum 2013 ini bermanfaat bagi kita semua. amiin.
Sumber : Kurikulum 2013 Ditolak
0 komentar:
Posting Komentar